Karimunjawa, gugusan pulau di Laut Jawa, beberapa mil laut dari Kota Jepara, Jawa Tengah, adalah surga bagi terumbu karang, hutan bakau, dan hutan pantai. Kepulauan Karimunjawa, yang memiliki luas daratan 1.500 hektar dan perairan seluas 110.000 hektar, merupakan habitat yang sangat baik bagi hampir 400 spesies fauna laut.
Lingkungan ekologi di Karimunjawa hingga kini relatif masih terjaga, karena dari 27 pulau di kepulauan Karimunjawa hanya lima yang berpenghuni, sedangkan 22 pulau lainnya masih asli, asri dan perawan. Pulau-pulau yang dihuni adalah Pulau Karimunjawa, Kemujan, Nyamuk, Parang, dan Genting.
Melihat pesona, panorama, serta kekayaan alam yang dimiliki Kepulauan Karimunjawa, sejak 15 Maret 2001, Karimunjawa telah ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Jepara sebagai Taman Nasional demi melindungi kekayaan alam terumbu karang, hutan bakau, hutan pantai, dan fauna laut kepualaun itu.
Beberapa spesies langka yang hidup nyaman di Kepulauan Karimunjawa, diantaranya elang laut dada putih, penyu sisik, dan penyu hijau, serta sekitar 242 jenis ikan hias.
Panorama dan kekayaan alam yang dimiliki oleh Kepulauan Karimunjawa kerap kali menggoda wisatawan datang ke pulau itu meski harus menempuh perjalanan panjang. Mereka biasanya mengunjungi Pulau Menjangan Besar.
Pulau Menjangan Besar merupakan pulau yang digunakan untuk pusat penangkaran hiu, penyu, dan elang. Di pulau tersebut wisatawan dapat melihat secara langsung predator laut yang sangat ganas itu.
Para pengunjung yang memiliki nyali lebih juga dapat berenang atau melakukan snorkling di kolam penangkaran hiu dan berenang ditemani puluhan hiu jinak.
Pengunjung juga dapat menyaksikan keindahan terumbu karang di Pulau Menjangan Kecil dari perahu yang telah dilengkapi dengan kaca di dasar lambung perahu. Lewat kaca tersebut pengunjung bisa melihat berbagai jenis terumbu karang dan binatang karang yang masih alami.
Saat ini terdapat hotel atau home stay di Pulau Karimunjawa, untuk wisatawan yang ingin menghabiskan malam di Karimunjawa, karena wahana wisata laut di Karimunjawa tidak akan cukup diselesaikan dalam satu hari.
Berpetualang ke Karimunjawa memang membutuhkan biaya, tenaga, dan waktu yang tidak sedikit. Untuk menyewa perahu membutuhkan dana setidaknya sekitar Rp200.000 sekali sewa, sementara untuk menginap di hotel, wisatawan harus merogoh kocek setidaknya Rp100.000-300.000 permalam. “Sampai saat ini terdapat sekitar 30 unit home stay di Pulau Karimunjawa yang selalu ramai setiap akhir pekan,” kata Bupati Jepara, Hendro Martojo.
Wisatawan biasanya belum akan puas jika hanya sehari di Karimunjawa. Mereka biasanya akan menyewa perahu pada hari kedua untuk berkeliling pulau. “Petualang yang gemar menyelam dapat mengunjungi Pulau Cemara Besar dan Pulau Cemara Kecil,” katanya.
Di Pulau tersebut, pengunjung dapat menyelam di perairan dalam untuk menikmati keindahan terumbu karang dan hewan laut lain secara langsung, atau melakukan snorkling di perairan dangkal yang terdapat di sekitar pulau.
Keterbatasan Akses
Demi menarik minat wisatawan ke Kepulauan Karimunjawa, Pemkab Jepara sudah cukup lama menangkap peluang tersebut. Bupati Jepara Hendro Martojo mengatakan, jumlah wisatawan asing yang berkunjung ke Karimunjawa setiap tahun sekitar 2.600 orang, sementara wisatawan domestik berjumlah sekitar 7.000 orang.
“Kami terus berupaya untuk mendongkrak jumlah wisatawan, baik asing dan domestik untuk mengunjungi Kepulauan Karimunjawa, namun kendala yang dihadapi adalah akses transportasi ke Karimunjawa yang cukup sulit,” katanya.
Akses transportasi menuju Kepulauan Karimunjawa dapat ditempuh dari Semarang menggunakan Kapal Motor (KM) Kartini 1 dengan memakan waktu sekitar 3-4 jam, sementara apabila berangkat dari Jepara hanya membutuhkan waktu sekitar 2,5 jam.
Alternatif lain adalah menggunakan KM Muria, namun dengan waktu tempuh lebih lama sekitar 5-6 jam dari Jepara. “KM Kartini 1 memang lebih cepat, namun lebih mahal dibanding KM Muria,” kata Heri, seorang wisatawan dari Semarang.
Sampai saat ini, akses masuk ke Karimunjawa hanya dapat ditempuh lewat jalur laut dengan jumlah kapal yang sangat terbatas. “Kami sebenarnya sudah mengusulkan kepada Pak Mardiyanto (saat masih menjabat Gubernur Jateng) untuk penambahan kapal kecil,” kata Hendro Martojo. Namun hingga saat ini rencana itu belum terealisasikan.
Menurut Hendro, transportasi yang terbatas itu sangat mempengaruhi jumlah wisatawan yang berkunjung ke Karimunjawa. Saat ini Pemkab Jepara juga berupaya untuk memperluas akses masuk ke Karimunjawa dengan mengembangkan satu-satunya bandara di Kepulauan Karimunjawa, Bandara Dewandaru yang akan diperpanjang landasan pacunya.
“Bandara Dewandaru saat ini hanya memiliki panjang landasan pacu sekitar 900 meter, dan akan kami tambah menjadi sekitar 1.400-1.500 meter,” kata Hendro. Pemkab Jepara, katanya, menggandeng Pemerintah Provinsi Jateng dan pemerintah pusat dalam pengembangan bandara itu.
Ia mengatakan, Pemkab Jepara dan Pemprov Jateng hanya bertugas menyediakan lahan, sementara pemerintah pusat akan mengurusi pembangunan infrastruktur Bandara Dewandaru. “Kami mengalokasikan dana sekitar Rp3-4 miliar untuk lahan seluas sekitar empat hektar dan diharapkan pada 2010 mendatang pembangunan sudah dimulai,” kata Hendro.
Pengembangan Bandara Dewandaru ditujukan untuk mempermudah pendaratan pesawat berukuran besar, sehingga tingkat kunjungan wisatawan ke Kepulauan Karimunjawa yang terkenal dengan tumbuhan Dewandaru (crystocalyx macrophyla) tersebut akan semakin meningkat.
Selain masalah keterbatasan transportasi, pengembangan Kepulauan Karimunjawa juga terkendala oleh masalah listrik, sebab pasokan listrik untuk Kepulauan Karimunjawa hanya mengandalkan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) dengan kemampuan terbatas. “Namun demikian kami juga tengah mengembangkan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB),” katanya.
Kendala selanjutnya yang dihadapi untuk pengembangan Kepulauan Karimunjawa adalah akses komunikasi. “Apabila terjadi ombak besar, komunikasi masyarakat Karimunjawa dengan Jepara terputus berminggu-minggu akibat tidak ada kapal yang berani melaut,” kata Hendro
Melihat pesona, panorama, serta kekayaan alam yang dimiliki Kepulauan Karimunjawa, sejak 15 Maret 2001, Karimunjawa telah ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Jepara sebagai Taman Nasional demi melindungi kekayaan alam terumbu karang, hutan bakau, hutan pantai, dan fauna laut kepualaun itu.
Beberapa spesies langka yang hidup nyaman di Kepulauan Karimunjawa, diantaranya elang laut dada putih, penyu sisik, dan penyu hijau, serta sekitar 242 jenis ikan hias.
Panorama dan kekayaan alam yang dimiliki oleh Kepulauan Karimunjawa kerap kali menggoda wisatawan datang ke pulau itu meski harus menempuh perjalanan panjang. Mereka biasanya mengunjungi Pulau Menjangan Besar.
Pulau Menjangan Besar merupakan pulau yang digunakan untuk pusat penangkaran hiu, penyu, dan elang. Di pulau tersebut wisatawan dapat melihat secara langsung predator laut yang sangat ganas itu.
Para pengunjung yang memiliki nyali lebih juga dapat berenang atau melakukan snorkling di kolam penangkaran hiu dan berenang ditemani puluhan hiu jinak.
Pengunjung juga dapat menyaksikan keindahan terumbu karang di Pulau Menjangan Kecil dari perahu yang telah dilengkapi dengan kaca di dasar lambung perahu. Lewat kaca tersebut pengunjung bisa melihat berbagai jenis terumbu karang dan binatang karang yang masih alami.
Saat ini terdapat hotel atau home stay di Pulau Karimunjawa, untuk wisatawan yang ingin menghabiskan malam di Karimunjawa, karena wahana wisata laut di Karimunjawa tidak akan cukup diselesaikan dalam satu hari.
Berpetualang ke Karimunjawa memang membutuhkan biaya, tenaga, dan waktu yang tidak sedikit. Untuk menyewa perahu membutuhkan dana setidaknya sekitar Rp200.000 sekali sewa, sementara untuk menginap di hotel, wisatawan harus merogoh kocek setidaknya Rp100.000-300.000 permalam. “Sampai saat ini terdapat sekitar 30 unit home stay di Pulau Karimunjawa yang selalu ramai setiap akhir pekan,” kata Bupati Jepara, Hendro Martojo.
Wisatawan biasanya belum akan puas jika hanya sehari di Karimunjawa. Mereka biasanya akan menyewa perahu pada hari kedua untuk berkeliling pulau. “Petualang yang gemar menyelam dapat mengunjungi Pulau Cemara Besar dan Pulau Cemara Kecil,” katanya.
Di Pulau tersebut, pengunjung dapat menyelam di perairan dalam untuk menikmati keindahan terumbu karang dan hewan laut lain secara langsung, atau melakukan snorkling di perairan dangkal yang terdapat di sekitar pulau.
Keterbatasan Akses
Demi menarik minat wisatawan ke Kepulauan Karimunjawa, Pemkab Jepara sudah cukup lama menangkap peluang tersebut. Bupati Jepara Hendro Martojo mengatakan, jumlah wisatawan asing yang berkunjung ke Karimunjawa setiap tahun sekitar 2.600 orang, sementara wisatawan domestik berjumlah sekitar 7.000 orang.
“Kami terus berupaya untuk mendongkrak jumlah wisatawan, baik asing dan domestik untuk mengunjungi Kepulauan Karimunjawa, namun kendala yang dihadapi adalah akses transportasi ke Karimunjawa yang cukup sulit,” katanya.
Akses transportasi menuju Kepulauan Karimunjawa dapat ditempuh dari Semarang menggunakan Kapal Motor (KM) Kartini 1 dengan memakan waktu sekitar 3-4 jam, sementara apabila berangkat dari Jepara hanya membutuhkan waktu sekitar 2,5 jam.
Alternatif lain adalah menggunakan KM Muria, namun dengan waktu tempuh lebih lama sekitar 5-6 jam dari Jepara. “KM Kartini 1 memang lebih cepat, namun lebih mahal dibanding KM Muria,” kata Heri, seorang wisatawan dari Semarang.
Sampai saat ini, akses masuk ke Karimunjawa hanya dapat ditempuh lewat jalur laut dengan jumlah kapal yang sangat terbatas. “Kami sebenarnya sudah mengusulkan kepada Pak Mardiyanto (saat masih menjabat Gubernur Jateng) untuk penambahan kapal kecil,” kata Hendro Martojo. Namun hingga saat ini rencana itu belum terealisasikan.
Menurut Hendro, transportasi yang terbatas itu sangat mempengaruhi jumlah wisatawan yang berkunjung ke Karimunjawa. Saat ini Pemkab Jepara juga berupaya untuk memperluas akses masuk ke Karimunjawa dengan mengembangkan satu-satunya bandara di Kepulauan Karimunjawa, Bandara Dewandaru yang akan diperpanjang landasan pacunya.
“Bandara Dewandaru saat ini hanya memiliki panjang landasan pacu sekitar 900 meter, dan akan kami tambah menjadi sekitar 1.400-1.500 meter,” kata Hendro. Pemkab Jepara, katanya, menggandeng Pemerintah Provinsi Jateng dan pemerintah pusat dalam pengembangan bandara itu.
Ia mengatakan, Pemkab Jepara dan Pemprov Jateng hanya bertugas menyediakan lahan, sementara pemerintah pusat akan mengurusi pembangunan infrastruktur Bandara Dewandaru. “Kami mengalokasikan dana sekitar Rp3-4 miliar untuk lahan seluas sekitar empat hektar dan diharapkan pada 2010 mendatang pembangunan sudah dimulai,” kata Hendro.
Pengembangan Bandara Dewandaru ditujukan untuk mempermudah pendaratan pesawat berukuran besar, sehingga tingkat kunjungan wisatawan ke Kepulauan Karimunjawa yang terkenal dengan tumbuhan Dewandaru (crystocalyx macrophyla) tersebut akan semakin meningkat.
Selain masalah keterbatasan transportasi, pengembangan Kepulauan Karimunjawa juga terkendala oleh masalah listrik, sebab pasokan listrik untuk Kepulauan Karimunjawa hanya mengandalkan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) dengan kemampuan terbatas. “Namun demikian kami juga tengah mengembangkan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB),” katanya.
Kendala selanjutnya yang dihadapi untuk pengembangan Kepulauan Karimunjawa adalah akses komunikasi. “Apabila terjadi ombak besar, komunikasi masyarakat Karimunjawa dengan Jepara terputus berminggu-minggu akibat tidak ada kapal yang berani melaut,” kata Hendro
0 komentar:
Posting Komentar